JAKARTA, KOMPAS.com — Terlepas dari pro dan kontra di dunia sepak bola Tanah Air, Liga Primer Indonesia (LPI) layak mendapatkan apresiasi. Hal ini terasa lebih karena liga yang digagas oleh pengusaha Arifin Panigoro tersebut diniatkan untuk menciptakan kompetisi profesional yang kredibel dan tanpa tergantung dana ABPD sebagaimana yang diterapkan pada kompetisi lain.Namun, keinginan mulia memajukan sepak bola Tanah Air itu justru mendapatkan tantangan keras dari induknya, yakni PSSI. Mereka memberi cap liga yang baru bergulir pada 8 Januari silam ini sebagai liga ilegal. PSSI di bawah kepemimpinan Nurdin Halid berdalih tidak boleh ada dua kompetisi profesional dalam satu federasi.Kontroversi LPI ini sampai juga ke telinga Presiden FIFA Joseph Blatter. Pria berkebangsaan Swiss itu meminta PSSI menyelesaikan liga yang memisahkan diri yang dengan kata lain adalah LPI.Di sinilah LPI dihadapkan pada persoalan dilematis. Pada satu sisi, mereka ingin membentuk kompetisi yang kredibel dan profesional. Namun pada sisi lain, LPI berpotensi membuat Indonesia dikucilkan dari pergaulan sepak bola internasional karena eksistensinya yang dinilai tidak legal oleh FIFA.Wacana penggabungan LPI ke dalam PSSI yang harus ditempatkan dalam Divisi III struktur kompetisi PSSI langsung ditolak mentah-mentah oleh LPI. Pasalnya, mereka menilai LPI layak berada di kompetisi tertinggi mengingat klub-klub yang ada sudah profesional. Sementara itu, klub-klub di Liga Super Indonesia (LSI) dinilai amatir karena banyak klub "berpelat merah" alias bergantung pada APBD.
Pertanyaan besar yang ada di benak pencinta sepak bola Indonesia adalah, apakah LPI benar-benar profesional? Lalu, apa sebenarnya target besar yang ingin dicapai LPI?
Saat ditemui di sebuah perkantoran di Jakarta, juru bicara LPI, Abi Hasantoso, berkesempatan menjawab hal itu kepada reporter Kompas.com, Ferril Dennys Sitorus, dan sejumlah pertanyaan pembaca. Berikut wawancaranya.
Bagaimana pengalokasian dana konsorsium? Apakah semua klub diberikan dana dengan jumlah yang sama?
Beda. Jadi begini, dalam rancangan anggaran keuangan tiap klub, konsorsium itu menganggarkan tiap klub sebesar Rp 15 miliar-Rp 30 milar setiap tahun. Tentu saja, dana untuk Persibo berbeda dengan Jakarta 1928. Namun, kami punya perkiraan antara Rp 15 miliar dan Rp 30 miliar per klub. Pertimbangannya, misalnya, biaya hidup. Bedakan biaya hidup di Bojonegoro dengan di Jakarta. Semua tahu itu.
Kapan setiap klub harus mengembalikan dana konsorsium itu?
Tiga sampai lima tahun itu. Jangan salah, dana Rp 15 miliar sampai Rp 30 miliar itu hanya boleh digunakan untuk pembelian pemain sekitar 60 persen supaya klub tidak jor-joran membeli pemain. Itu yang kami sebut 'salary cap' seperti yang terjadi di NBA atau klub-klub olahraga di Amerika. Contohnya seperti ini, satu klub punya anggaran Rp 15 miliar, berarti klub tersebut hanya bisa belanja pemain sebesar Rp 9 miliar. Sisanya dipegang untuk mengelola klub.
Apakah jumlah dana tersebut harus dikembalikan pada tahun ketiga?
Bisa saja klub mendapatkan dana Rp 20 miliar pada tahun pertama.
Apakah sudah ada klub yang mengembalikan dana tersebut?
Belum. Dalam proyeksinya tentu saja ada. Misalnya, ada beberapa klub pada tahun kedua tidak mengandalkan atau lepas dari dana konsorsium. Kita ambil contohnya Persema. Mereka katakan mendapatkan dana dari konsorsium Rp 20 miliar. Tahun ini mereka mendapatkan Rp 30 miliar. Sebanyak Rp 10 miliar bisa menjadi modal mereka musim depan. Seharusnya konsorsium mengeluarkan dana Rp 30 miliar, tetapi mereka hanya membutuhkan Rp 20 miliar. Harus begini. Kalau enggak gitu, kita makan uang rakyat terus. Ini kan kalau untung-rugi risikonya pengusaha.
Tindakan apa yang diambil LPI bila waktu jatuh tempo dana talangan tidak bisa dikembalikan klub, sementara klub masih belum mandiri juga? (ajiutomo@yahoo.com)
Tercapai. Itu hitungan kita tercapai. Kami yakin karena sepak bola merupakan olahraga nomor satu di Indonesia.
Apakah semua klub LPI masih menggunakan dana dari konsorsium?
Ada satu yang tidak menggunakan dana konsorsium, yakni Medan Chief. Klub itu punya Sihar Sitorus. Itu harus yang kita dorong. Nantinya, kami harus mencari Pak Sihar-Pak Sihar baru.
Apakah ada pengusaha yang tertarik membeli klub-klub LPI?
Ada beberapa klub yang sudah menjadi incaran pengusaha-pengusaha lokal. Ini berarti konsep LPI menjadi incaran pengusaha untuk mengembangkan bisnisnya. Contoh, pengusaha yang mau beli berbasis pengusaha batu bara yang kepingin punya klub sepak bola profesional.
Sampai saat ini, kami belum melihat setiap klub mempunyai sponsor resmi. Bagaimana mengenai hal ini? (agunkxache@gmail.com)
Persoalannya memang kami memiliki standar. Kalau yang mau, sudah banyak. Namun, kami punya standar nilai yang tidak bisa diturunkan. Misalnya, standar di dada Rp 5 miliar. Enggak mungkin kan kalau itu kami jual Rp 1 miliar? Itu untuk menghidupi klub. Ada beberapa klub yang sudah mendapatkan sponsor, seperti PSM disponsori Bosawa dan Persema disponsori B Channel. Kalau enggak ada kontrol, nantinya harga rusak.
Bagaimana pembagian keuntungan LPI? (fuat_saba@yahoo.com)
Setiap klub sudah punya hitungan-hitungan sendiri dengan konsorsium. Saya belum dapat yang detail. Kalau enggak salah, keuntungan 10 persen dibagi untuk konsorsium.
Bagaimana mengenai kebijakan transfer pemain dan batas transfer? (darsopn@yahoo.co.id)
Transfer window pertama Januari lalu. Sementara itu, transfer window kedua 30 Juni mendatang. Kan ada beberapa klub yang ingin bongkar pemain seperti Solo FC. Ekspektasi Solo sangat tinggi sehingga mau berbelanja pemain di transfer kedua nanti.
Bagaimana sih sistem manajemen keuangan LPI, soal pengeluaran dan pemasukan dari LPI? (darsopn@yahoo.co.id)
Ya tentu saja kami menggunakan sistem manajemen keuangan yang modern. Artinya, verifikasi melalui tahapan yang tidak memungkinkan orang untuk macam-macam. Kontrolnya ketatlah. Jadi, kalau membeli apa pun, harus dapat verifikasi dari semua. Mungkin kalau menggunakan dana APBD, sembarangan. Minta sekian, langsung dikasih. Tidak ada kontrol pasar. Jadi, penggunaan uangnya sangat dikontrol.
Namun, LPI kok semakin tidak laku? Metro TV dan Trans 7 pun melepasnya karena ratingdown, penonton minim, sponsor pun malas masuk. Sampai kapan proyek rugi LPI bisa bertahan? (artana0102@gmail.com)
Berpendapat asal-asalan boleh saja. Namun, kita sudah melakukan perhitungan secara matang. Klub-klub LPI sudah bisa masuk bursa saham tiga sampai lima tahun mendatang. Mereka hanya lihat sepintas saja, tetapi enggak tahu hitung-hitungan bisnis kita. Trans 7 dan Metro TV tidak menyiarkan kita lagi karena semata-mata itu keputusan bisnis. Kami enggak bisa maksa. Seperti yang saya bilang tadi, LPI punya standar sendiri untuk mencapai keuntungannya. Kalau dianggap tidak memenuhi syarat, tidak masalah. Yang minta ikut kan mereka sendiri.
Pernah dibandingkan tidak tayangan LPI dengan kompetisi lain?
Ada. Untuk Indosiar, kami bagus. Kalau Anda menonton pertandingan kami dengan kompetisi lain, menurut Twitter dan Facebook, penonton memilih kami karena wasitnya kredibel. Pertandingan semalam (Persib Bandung versus Persipura Jayapura) dihujat. Pertandingan LPI mana pernah dihujat. Semua mitra kerja kami sesuai hitungan bisnis, termasuk televisi. Jadinya, kami enggak paksakan. Kalau mau ikut gabung atau tidak, tak masalah.
Kenapa sampai saat ini siaran langsung hanya terdapat di Pulau Jawa, dan kapan realisasinya untuk dapat keluar tayang di Pulau Jawa saja? (gunkxache@gmail.com)
Pertama memang keterbatasan HRD. Artinya, stasiun televisi kita lagi memfokuskan memperbanyak tim produksinya. Soalnya, tim produksinya lebih banyak di Jawa. Namun, bulan depan, sudah ada siaran dari Sumatera dan Sulawesi. Kalau di Papua memang berat, yah. Kita harus fair bahwa biaya produksi di Papua besar sekali.
Bagaimana prosedur pemilihan pertandingan Live?
Tentu saja LPI mengusulkan kepada stasiun televisi untuk mengambil pertandingan yang kita anggap pertandingan yang baik. Namun, keputusan tetap di stasiun televisi.
Apakah ada stasiun televisi asing sudah menyatakan ketertarikannya menayangkan kompetisi LPI?
Ada rencana dan sudah ada yang datang ke kami. Tapi ini masih jauh. Kami masih ingin mengembangkan kompetisi. Apalagi ada kritik bahwa lapangan banyak yang jelek.
PSSI diberi waktu sampai Mei oleh FIFA untuk menyelesaikan kasus LPI. Apakah sudah komunikasi sejauh ini dengan PSSI?
Belum pernah ada (pertemuan). Kami kan dari dulu mengajukan diri, tetapi PSSI enggak pernah respek. Kami hanya menunggu karena enggak mungkin LPI yang mengundang PSSI.
Apakah LPI enggak takut kalau akhirnya dicap menjadi biang persoalan jika PSSI dibekukan?
Enggak takut. Masyarakat sudah pintar dan bisa menilai. Walaupun dibekukan, pengurusnya yang enggak benar. Itu bukan karena LPI, meskipun kami bisa dikambinghitamkan oleh pengurus. Namun, masyarakat kita sudah pintar. Kita yakin yang akan menjadi pengurus PSSI 2011-2015 adalah pengurus baru. Terjadi revolusi kepemimpinan. Pengurus yang sekarang ini tidak mungkin jadi pengurus lagi. Pertama, mereka telah gagal. Kedua, tidak memenuhi syarat Statuta FIFA. Lebih dari itu, pengurus yang sekarang sering kali memanipulasi fakta dan data. Kita sebagai bangsa Indonesia malu yah karena organisasi sebesar FIFA dimanipulasi.
Menurut Anda, bagaimana konsep afiliasi atau penggabungan yang sesuai antara LPI dan kompetisi yang sudah ada di PSSI selama ini? Apakah akan dibentuk seperti era Galatama dan perserikatan seperti dulu atau bagaimana? (ade_laziale@yahoo.com)
Tentu saja kita akan menyerahkan kebijakan kepada kepengurusan PSSI yang baru. Saya tidak bisa mengira-ngira jawabannya seperti apa. Kita serahkan saja kebijakannya kepada kepengurusan yang baru. Namun yang jelas, LPI ini sudah profesional, artinya sudah tidak menggunakan uang rakyat. Klub-klub yang menggunakan dana APBD di kompetisi lain harus mempertanggungjawabkan itu dulu. Mereka harus membuat laporan yang diperiksa kantor akuntan publik karena semua klub LPI diperiksa oleh kantor akuntan publik. Jadi, ini yang harus dilakukan dulu.
Kita juga tahu bahwa tidak semua klub di kompetisi lain menggunakan dana ABPD. Namun, klub-klub lain yang menggunakan ABPD harus membuat laporan. Kan itu uang rakyat sehingga harus dilaporkan kepada rakyat, ke mana uang itu bergulir. Mereka sudah menggunakan dana APBP cukup lama sejak 2005. Artinya, lima tahun harus melaporkan itu. Pasalnya, semua klub LPI, termasuk yang pernah tampil di kompetisi lain, kami periksa melalui kantor akuntan publik. Kebetulan, kantor akuntan publiknya itu kelas dunia sehingga diperiksanya tidak sembarangan.
Bahwa nanti ada penggabungan atau tidak, biar itu menjadi kebijakan kepengurusan PSSI yang baru. Namun, syaratnya harus sama. Pertama, klub harus memiliki PT. Dulu saya memverifikasi klub di Jawa Tengah, kebanyakan klub yang mengaku profesional tidak punya PT, tetapi masih CV. Jadi, kalau betul-betul profesional, harus berbadan hukum PT, bukan CV atau yayasan. Waktu kita melakukan survei sebelum LPI bergulir, kebanyakan badan hukum klub adalah CV atau yayasan. Ini harus diperbaiki.
Bagaimana verifikasi antara tim yang benar-benar profesional dan masih amatir? (ade_laziale@yahoo.com)
Dari task force-nya FIFA dan AFC, profesional. Komisi harus berbadan hukum karena ini bisnis dan industri. Tentu saja, kedua, keuangannya harus diperiksa akuntan. Banyak klub yang membuat laporan keuangannya pakai program Excel. Jadi, uang masuk-keluar. Kan tidak seperti itu pembukuan akuntansi yang benar.
Apakah nanti ada konsep merger?
Enggak semudah itu, yah. Segala kemungkinan memang bisa terjadi. Namun, enggak semudah itu. Artinya, semua akan mencoba menjalankan klub masing-masing. Jadi, kita hargai saja. Bersaing secara sehat.
Kenapa seperti itu?
Klub-klub yang ada di LPI nantinya menjadi perusahaan terbuka. Dalam perencanaan kami tiga sampai lima tahun, semua klub ini harus bisa masuk ke bursa saham sehingga Anda, contohnya, bisa membeli saham klub. Jadi, semua orang bisa memiliki klub LPI nantinya.
Apa tujuannya?
Ini kan industri. Ini supaya klub itu mandiri dengan keuangannya sendiri. Saham itu kan modal klub untuk menjalankan roda bisnisnya.
Apa mungkin klub-klub di ISL bisa langsung menerapkan sistem tanpa dana APBD yang diterapkan oleh LPI? Atau mungkin perlu jangka waktu secara bertahap untuk lepas dari dana APBD? (spider.one13@gmail.com)
Beberapa sudah ada. Contohnya, Persib dan Arema. Jadi yang dari kompetisi liga lain cuma ada dua klub.
Bagaimana caranya LPI tidak diracuni hal-hal buruk, seperti pengaturan skor yang terjadi di kompetisi lain?
Enggak bisa dong. Kan kami punya manajemen kontrol. Ada auditor akuntan publik. Kalau macam-macam, gampang tercium. Kalau terbukti, ya pecat. Simpel kalau LPI.
Sejauh ini bagaimana?
Enggak ada. Lihat saja pertandingannya. Di LPI, tuan rumah tidak dijamin menang. Yang ada malah kalah. Itu yang diomongin Coach Timo (Persema). Di mana kita bertanding, bisa kalah atau menang. Jadi, jangan lihat faktor tuan rumah.
Secara resmi, FIFA sudah meminta PSSI untuk menggandeng LPI. Namun, Anda berkeras menginginkan LPI langsung berada di liga tertinggi. Apakah hal itu realistis? (spider.one13@gmail.com)
Kalau dari segi profesionalisme dengan based on klub-klub tersebut berbentuk PT yang diaudit oleh kantor akuntan publik, LPI bisa saja yang tertinggi. Ini kalau berbicara konsep profesional. Itu mengapa saya bilang LPI bisa berada di level tertinggi karena dasarnya profesional. Walau begitu, kami akui masih harus ada yang diperbaiki.
Apakah pada musim selanjutnya ada promo degradasi?
Ada dong. Tadinya kami ingin promo pada tahun ketiga. Namun, dengan banyaknya klub baru yang mau gabung, seperti Gorontalo United, Sultra United, Banjarmasin FC, dan Samarinda, mungkin kalau diverifikasi OK, tentunya ada promo degradasi. Contoh, liga Inggris namanya Championship Division yah. Namun, istilah untuk kami belum dapat.
Apabila status quo tetap yang menang, apakah yang akan dilakukan LPI menyangkut dengan legalitas sah LPI dengan FIFA, bukan dengan pemerintah? karena ini nantinya berpengaruh dengan timnas dan juga dengan liga yang lebih tinggi, misalnya, Liga Champions Asia dan Piala AFC? (ajidwinanda@gmail.com)
Kami tidak mau berandai-andai. Kami lebih suka fakta. Faktanya sekarang LPI di bawah BOPI. Jadi, kami ikutin dulu yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Buat kami, sekarang ini yang penting bisa diakui oleh masyarakat Indonesia. Buat apa diakui sesuatu yang belum jelas, tetapi tidak mendapatkan pengakuan dari Indonesia.
Buat kami, pengakuan dari masyarakatlah yang saat ini lebih penting. Kehadiran kami diterima, itu jauh lebih penting. Kami enggak mau mimpi jauh-jauh dulu, tetapi yang jelas, pemain-pemain terbaik di LPI, jika memenuhi syarat pemain tim nasional, ya harus diambil. Jangan diskriminasi karena Irfan Bachdim, Andik, dan semua pemain muda punya mimpi untuk masuk timnas. Bisa dilihat kan kualitas Andik dan Rendi? Ya memang memenuhi masuk timnas. Kan sayang, karena masalah ini, anak-anak kita dikorbankan. LPI tidak berniat menjadi musuh siapa pun. Kami justru ingin bersahabat. Lalu kenapa kami dimusuhi?
Anda pernah mengatakan akan melakukan upaya agar pemain-pemain di LPI bisa membela tim nasional?
Kalau pembelaan secara hukum sudah kami lakukan. Kami sudah mengirim surat keberatan kepada PSSI. Kami sudah membela mereka. Seperti yang kami bilang tadi, Irfan, Andik, dan Kim, mimpinya membela timnas. Pemain seperti yang saya sebutkan tadi memiliki massa. Artinya, mereka bisa membawa orang-orang nonton ke stadion.
Katakanlah di Inggris, banyak pemain hebat dan ganteng. Namun, mengapa yang menjadi magnet cuma David Beckham. Sama yang terjadi pada Irfan, banyak pemain Indonesia yang hebat. Tetapi yang punya kekuatan mengajak penonton datang ke stadion, terutama yang cewek-cewek, ya Irfan. Harus diakui loh. Akhirnya, dari banyak pemain LPI, Irfan juga yang terpilih menjadi bintang-bintang produk dunia, seperti Pocari Sweat, Clear Man, Nike, dan Suzuki. Perusahaan itu mempunyai pengelihatan sendiri bahwa Irfan yang bisa membuat konsumen mereka tertarik membeli produk mereka.
Bagaimana kalau LPI membentuk timnas versi LPI? (cinta.terhalang.istri@gmail.com)Enggaklah. Kami ikut saja aturan yang ada di Indonesia.
Apakah LPI setuju bila dibentuk satu federasi sepak bola baru yang lebih mengedepankan olahraga sepak bola sebagai hiburan, kesehatan, prestasi, profesi, dan pemersatu? Saya mengusulkan untuk membentuk satu federasi sepak bola dengan nama: FEDERASI SEPAK BOLA NUSANTARA. (maxkaubesin56@yahoo.com)
Enggaklah. Kami ikuti yang ada saja. Soalnya, niat kami memajukan sepak bola, makanya kami menawarkan kompetisi yang profesional. Cuma, PSSI masih enggak bisa menerima konsep profesional ini. Mudah-mudahan pengurus baru bisa menerimanya.
Apa target LPI dalam lima tahun ke depan dan apakah LPI siap bersaing dengan LSI? (byhq2003@yahoo.com)
Kami bisa lebih mendatangkan pemain-pemain asing yang berkualitas pada masanya. Misalnya, mendatangkan Neymar (pemain penyerang Santos) atau Javier "Chicharito" Hernandez (pemain penyerang Manchaster United) untuk bisa main di Indonesia.
Kami ingin menjadi liga kelas dunia. Itu mungkin enggak dalam waktu lima tahun, tetapi sepuluh tahun nanti. Kami juga berharap pemain kami bisa bermain di luar negeri, minimal di Asia, seperti Jepang dan Korea. Ini juga pasti ada pertukaran. Bisa jadi pemain kami kerja sama dengan perusahaan di Jepang. Mereka bisa bermain di sana.
Saat ditemui di sebuah perkantoran di Jakarta, juru bicara LPI, Abi Hasantoso, berkesempatan menjawab hal itu kepada reporter Kompas.com, Ferril Dennys Sitorus, dan sejumlah pertanyaan pembaca. Berikut wawancaranya.
Bagaimana pengalokasian dana konsorsium? Apakah semua klub diberikan dana dengan jumlah yang sama?
Beda. Jadi begini, dalam rancangan anggaran keuangan tiap klub, konsorsium itu menganggarkan tiap klub sebesar Rp 15 miliar-Rp 30 milar setiap tahun. Tentu saja, dana untuk Persibo berbeda dengan Jakarta 1928. Namun, kami punya perkiraan antara Rp 15 miliar dan Rp 30 miliar per klub. Pertimbangannya, misalnya, biaya hidup. Bedakan biaya hidup di Bojonegoro dengan di Jakarta. Semua tahu itu.
Kapan setiap klub harus mengembalikan dana konsorsium itu?
Tiga sampai lima tahun itu. Jangan salah, dana Rp 15 miliar sampai Rp 30 miliar itu hanya boleh digunakan untuk pembelian pemain sekitar 60 persen supaya klub tidak jor-joran membeli pemain. Itu yang kami sebut 'salary cap' seperti yang terjadi di NBA atau klub-klub olahraga di Amerika. Contohnya seperti ini, satu klub punya anggaran Rp 15 miliar, berarti klub tersebut hanya bisa belanja pemain sebesar Rp 9 miliar. Sisanya dipegang untuk mengelola klub.
Apakah jumlah dana tersebut harus dikembalikan pada tahun ketiga?
Bisa saja klub mendapatkan dana Rp 20 miliar pada tahun pertama.
Apakah sudah ada klub yang mengembalikan dana tersebut?
Belum. Dalam proyeksinya tentu saja ada. Misalnya, ada beberapa klub pada tahun kedua tidak mengandalkan atau lepas dari dana konsorsium. Kita ambil contohnya Persema. Mereka katakan mendapatkan dana dari konsorsium Rp 20 miliar. Tahun ini mereka mendapatkan Rp 30 miliar. Sebanyak Rp 10 miliar bisa menjadi modal mereka musim depan. Seharusnya konsorsium mengeluarkan dana Rp 30 miliar, tetapi mereka hanya membutuhkan Rp 20 miliar. Harus begini. Kalau enggak gitu, kita makan uang rakyat terus. Ini kan kalau untung-rugi risikonya pengusaha.
Tindakan apa yang diambil LPI bila waktu jatuh tempo dana talangan tidak bisa dikembalikan klub, sementara klub masih belum mandiri juga? (ajiutomo@yahoo.com)
Tercapai. Itu hitungan kita tercapai. Kami yakin karena sepak bola merupakan olahraga nomor satu di Indonesia.
Apakah semua klub LPI masih menggunakan dana dari konsorsium?
Ada satu yang tidak menggunakan dana konsorsium, yakni Medan Chief. Klub itu punya Sihar Sitorus. Itu harus yang kita dorong. Nantinya, kami harus mencari Pak Sihar-Pak Sihar baru.
Apakah ada pengusaha yang tertarik membeli klub-klub LPI?
Ada beberapa klub yang sudah menjadi incaran pengusaha-pengusaha lokal. Ini berarti konsep LPI menjadi incaran pengusaha untuk mengembangkan bisnisnya. Contoh, pengusaha yang mau beli berbasis pengusaha batu bara yang kepingin punya klub sepak bola profesional.
Sampai saat ini, kami belum melihat setiap klub mempunyai sponsor resmi. Bagaimana mengenai hal ini? (agunkxache@gmail.com)
Persoalannya memang kami memiliki standar. Kalau yang mau, sudah banyak. Namun, kami punya standar nilai yang tidak bisa diturunkan. Misalnya, standar di dada Rp 5 miliar. Enggak mungkin kan kalau itu kami jual Rp 1 miliar? Itu untuk menghidupi klub. Ada beberapa klub yang sudah mendapatkan sponsor, seperti PSM disponsori Bosawa dan Persema disponsori B Channel. Kalau enggak ada kontrol, nantinya harga rusak.
Bagaimana pembagian keuntungan LPI? (fuat_saba@yahoo.com)
Setiap klub sudah punya hitungan-hitungan sendiri dengan konsorsium. Saya belum dapat yang detail. Kalau enggak salah, keuntungan 10 persen dibagi untuk konsorsium.
Bagaimana mengenai kebijakan transfer pemain dan batas transfer? (darsopn@yahoo.co.id)
Transfer window pertama Januari lalu. Sementara itu, transfer window kedua 30 Juni mendatang. Kan ada beberapa klub yang ingin bongkar pemain seperti Solo FC. Ekspektasi Solo sangat tinggi sehingga mau berbelanja pemain di transfer kedua nanti.
Bagaimana sih sistem manajemen keuangan LPI, soal pengeluaran dan pemasukan dari LPI? (darsopn@yahoo.co.id)
Ya tentu saja kami menggunakan sistem manajemen keuangan yang modern. Artinya, verifikasi melalui tahapan yang tidak memungkinkan orang untuk macam-macam. Kontrolnya ketatlah. Jadi, kalau membeli apa pun, harus dapat verifikasi dari semua. Mungkin kalau menggunakan dana APBD, sembarangan. Minta sekian, langsung dikasih. Tidak ada kontrol pasar. Jadi, penggunaan uangnya sangat dikontrol.
Namun, LPI kok semakin tidak laku? Metro TV dan Trans 7 pun melepasnya karena ratingdown, penonton minim, sponsor pun malas masuk. Sampai kapan proyek rugi LPI bisa bertahan? (artana0102@gmail.com)
Berpendapat asal-asalan boleh saja. Namun, kita sudah melakukan perhitungan secara matang. Klub-klub LPI sudah bisa masuk bursa saham tiga sampai lima tahun mendatang. Mereka hanya lihat sepintas saja, tetapi enggak tahu hitung-hitungan bisnis kita. Trans 7 dan Metro TV tidak menyiarkan kita lagi karena semata-mata itu keputusan bisnis. Kami enggak bisa maksa. Seperti yang saya bilang tadi, LPI punya standar sendiri untuk mencapai keuntungannya. Kalau dianggap tidak memenuhi syarat, tidak masalah. Yang minta ikut kan mereka sendiri.
Pernah dibandingkan tidak tayangan LPI dengan kompetisi lain?
Ada. Untuk Indosiar, kami bagus. Kalau Anda menonton pertandingan kami dengan kompetisi lain, menurut Twitter dan Facebook, penonton memilih kami karena wasitnya kredibel. Pertandingan semalam (Persib Bandung versus Persipura Jayapura) dihujat. Pertandingan LPI mana pernah dihujat. Semua mitra kerja kami sesuai hitungan bisnis, termasuk televisi. Jadinya, kami enggak paksakan. Kalau mau ikut gabung atau tidak, tak masalah.
Kenapa sampai saat ini siaran langsung hanya terdapat di Pulau Jawa, dan kapan realisasinya untuk dapat keluar tayang di Pulau Jawa saja? (gunkxache@gmail.com)
Pertama memang keterbatasan HRD. Artinya, stasiun televisi kita lagi memfokuskan memperbanyak tim produksinya. Soalnya, tim produksinya lebih banyak di Jawa. Namun, bulan depan, sudah ada siaran dari Sumatera dan Sulawesi. Kalau di Papua memang berat, yah. Kita harus fair bahwa biaya produksi di Papua besar sekali.
Bagaimana prosedur pemilihan pertandingan Live?
Tentu saja LPI mengusulkan kepada stasiun televisi untuk mengambil pertandingan yang kita anggap pertandingan yang baik. Namun, keputusan tetap di stasiun televisi.
Apakah ada stasiun televisi asing sudah menyatakan ketertarikannya menayangkan kompetisi LPI?
Ada rencana dan sudah ada yang datang ke kami. Tapi ini masih jauh. Kami masih ingin mengembangkan kompetisi. Apalagi ada kritik bahwa lapangan banyak yang jelek.
PSSI diberi waktu sampai Mei oleh FIFA untuk menyelesaikan kasus LPI. Apakah sudah komunikasi sejauh ini dengan PSSI?
Belum pernah ada (pertemuan). Kami kan dari dulu mengajukan diri, tetapi PSSI enggak pernah respek. Kami hanya menunggu karena enggak mungkin LPI yang mengundang PSSI.
Apakah LPI enggak takut kalau akhirnya dicap menjadi biang persoalan jika PSSI dibekukan?
Enggak takut. Masyarakat sudah pintar dan bisa menilai. Walaupun dibekukan, pengurusnya yang enggak benar. Itu bukan karena LPI, meskipun kami bisa dikambinghitamkan oleh pengurus. Namun, masyarakat kita sudah pintar. Kita yakin yang akan menjadi pengurus PSSI 2011-2015 adalah pengurus baru. Terjadi revolusi kepemimpinan. Pengurus yang sekarang ini tidak mungkin jadi pengurus lagi. Pertama, mereka telah gagal. Kedua, tidak memenuhi syarat Statuta FIFA. Lebih dari itu, pengurus yang sekarang sering kali memanipulasi fakta dan data. Kita sebagai bangsa Indonesia malu yah karena organisasi sebesar FIFA dimanipulasi.
Menurut Anda, bagaimana konsep afiliasi atau penggabungan yang sesuai antara LPI dan kompetisi yang sudah ada di PSSI selama ini? Apakah akan dibentuk seperti era Galatama dan perserikatan seperti dulu atau bagaimana? (ade_laziale@yahoo.com)
Tentu saja kita akan menyerahkan kebijakan kepada kepengurusan PSSI yang baru. Saya tidak bisa mengira-ngira jawabannya seperti apa. Kita serahkan saja kebijakannya kepada kepengurusan yang baru. Namun yang jelas, LPI ini sudah profesional, artinya sudah tidak menggunakan uang rakyat. Klub-klub yang menggunakan dana APBD di kompetisi lain harus mempertanggungjawabkan itu dulu. Mereka harus membuat laporan yang diperiksa kantor akuntan publik karena semua klub LPI diperiksa oleh kantor akuntan publik. Jadi, ini yang harus dilakukan dulu.
Kita juga tahu bahwa tidak semua klub di kompetisi lain menggunakan dana ABPD. Namun, klub-klub lain yang menggunakan ABPD harus membuat laporan. Kan itu uang rakyat sehingga harus dilaporkan kepada rakyat, ke mana uang itu bergulir. Mereka sudah menggunakan dana APBP cukup lama sejak 2005. Artinya, lima tahun harus melaporkan itu. Pasalnya, semua klub LPI, termasuk yang pernah tampil di kompetisi lain, kami periksa melalui kantor akuntan publik. Kebetulan, kantor akuntan publiknya itu kelas dunia sehingga diperiksanya tidak sembarangan.
Bahwa nanti ada penggabungan atau tidak, biar itu menjadi kebijakan kepengurusan PSSI yang baru. Namun, syaratnya harus sama. Pertama, klub harus memiliki PT. Dulu saya memverifikasi klub di Jawa Tengah, kebanyakan klub yang mengaku profesional tidak punya PT, tetapi masih CV. Jadi, kalau betul-betul profesional, harus berbadan hukum PT, bukan CV atau yayasan. Waktu kita melakukan survei sebelum LPI bergulir, kebanyakan badan hukum klub adalah CV atau yayasan. Ini harus diperbaiki.
Bagaimana verifikasi antara tim yang benar-benar profesional dan masih amatir? (ade_laziale@yahoo.com)
Dari task force-nya FIFA dan AFC, profesional. Komisi harus berbadan hukum karena ini bisnis dan industri. Tentu saja, kedua, keuangannya harus diperiksa akuntan. Banyak klub yang membuat laporan keuangannya pakai program Excel. Jadi, uang masuk-keluar. Kan tidak seperti itu pembukuan akuntansi yang benar.
Apakah nanti ada konsep merger?
Enggak semudah itu, yah. Segala kemungkinan memang bisa terjadi. Namun, enggak semudah itu. Artinya, semua akan mencoba menjalankan klub masing-masing. Jadi, kita hargai saja. Bersaing secara sehat.
Kenapa seperti itu?
Klub-klub yang ada di LPI nantinya menjadi perusahaan terbuka. Dalam perencanaan kami tiga sampai lima tahun, semua klub ini harus bisa masuk ke bursa saham sehingga Anda, contohnya, bisa membeli saham klub. Jadi, semua orang bisa memiliki klub LPI nantinya.
Apa tujuannya?
Ini kan industri. Ini supaya klub itu mandiri dengan keuangannya sendiri. Saham itu kan modal klub untuk menjalankan roda bisnisnya.
Apa mungkin klub-klub di ISL bisa langsung menerapkan sistem tanpa dana APBD yang diterapkan oleh LPI? Atau mungkin perlu jangka waktu secara bertahap untuk lepas dari dana APBD? (spider.one13@gmail.com)
Beberapa sudah ada. Contohnya, Persib dan Arema. Jadi yang dari kompetisi liga lain cuma ada dua klub.
Bagaimana caranya LPI tidak diracuni hal-hal buruk, seperti pengaturan skor yang terjadi di kompetisi lain?
Enggak bisa dong. Kan kami punya manajemen kontrol. Ada auditor akuntan publik. Kalau macam-macam, gampang tercium. Kalau terbukti, ya pecat. Simpel kalau LPI.
Sejauh ini bagaimana?
Enggak ada. Lihat saja pertandingannya. Di LPI, tuan rumah tidak dijamin menang. Yang ada malah kalah. Itu yang diomongin Coach Timo (Persema). Di mana kita bertanding, bisa kalah atau menang. Jadi, jangan lihat faktor tuan rumah.
Secara resmi, FIFA sudah meminta PSSI untuk menggandeng LPI. Namun, Anda berkeras menginginkan LPI langsung berada di liga tertinggi. Apakah hal itu realistis? (spider.one13@gmail.com)
Kalau dari segi profesionalisme dengan based on klub-klub tersebut berbentuk PT yang diaudit oleh kantor akuntan publik, LPI bisa saja yang tertinggi. Ini kalau berbicara konsep profesional. Itu mengapa saya bilang LPI bisa berada di level tertinggi karena dasarnya profesional. Walau begitu, kami akui masih harus ada yang diperbaiki.
Apakah pada musim selanjutnya ada promo degradasi?
Ada dong. Tadinya kami ingin promo pada tahun ketiga. Namun, dengan banyaknya klub baru yang mau gabung, seperti Gorontalo United, Sultra United, Banjarmasin FC, dan Samarinda, mungkin kalau diverifikasi OK, tentunya ada promo degradasi. Contoh, liga Inggris namanya Championship Division yah. Namun, istilah untuk kami belum dapat.
Apabila status quo tetap yang menang, apakah yang akan dilakukan LPI menyangkut dengan legalitas sah LPI dengan FIFA, bukan dengan pemerintah? karena ini nantinya berpengaruh dengan timnas dan juga dengan liga yang lebih tinggi, misalnya, Liga Champions Asia dan Piala AFC? (ajidwinanda@gmail.com)
Kami tidak mau berandai-andai. Kami lebih suka fakta. Faktanya sekarang LPI di bawah BOPI. Jadi, kami ikutin dulu yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Buat kami, sekarang ini yang penting bisa diakui oleh masyarakat Indonesia. Buat apa diakui sesuatu yang belum jelas, tetapi tidak mendapatkan pengakuan dari Indonesia.
Buat kami, pengakuan dari masyarakatlah yang saat ini lebih penting. Kehadiran kami diterima, itu jauh lebih penting. Kami enggak mau mimpi jauh-jauh dulu, tetapi yang jelas, pemain-pemain terbaik di LPI, jika memenuhi syarat pemain tim nasional, ya harus diambil. Jangan diskriminasi karena Irfan Bachdim, Andik, dan semua pemain muda punya mimpi untuk masuk timnas. Bisa dilihat kan kualitas Andik dan Rendi? Ya memang memenuhi masuk timnas. Kan sayang, karena masalah ini, anak-anak kita dikorbankan. LPI tidak berniat menjadi musuh siapa pun. Kami justru ingin bersahabat. Lalu kenapa kami dimusuhi?
Anda pernah mengatakan akan melakukan upaya agar pemain-pemain di LPI bisa membela tim nasional?
Kalau pembelaan secara hukum sudah kami lakukan. Kami sudah mengirim surat keberatan kepada PSSI. Kami sudah membela mereka. Seperti yang kami bilang tadi, Irfan, Andik, dan Kim, mimpinya membela timnas. Pemain seperti yang saya sebutkan tadi memiliki massa. Artinya, mereka bisa membawa orang-orang nonton ke stadion.
Katakanlah di Inggris, banyak pemain hebat dan ganteng. Namun, mengapa yang menjadi magnet cuma David Beckham. Sama yang terjadi pada Irfan, banyak pemain Indonesia yang hebat. Tetapi yang punya kekuatan mengajak penonton datang ke stadion, terutama yang cewek-cewek, ya Irfan. Harus diakui loh. Akhirnya, dari banyak pemain LPI, Irfan juga yang terpilih menjadi bintang-bintang produk dunia, seperti Pocari Sweat, Clear Man, Nike, dan Suzuki. Perusahaan itu mempunyai pengelihatan sendiri bahwa Irfan yang bisa membuat konsumen mereka tertarik membeli produk mereka.
Bagaimana kalau LPI membentuk timnas versi LPI? (cinta.terhalang.istri@gmail.com)Enggaklah. Kami ikut saja aturan yang ada di Indonesia.
Apakah LPI setuju bila dibentuk satu federasi sepak bola baru yang lebih mengedepankan olahraga sepak bola sebagai hiburan, kesehatan, prestasi, profesi, dan pemersatu? Saya mengusulkan untuk membentuk satu federasi sepak bola dengan nama: FEDERASI SEPAK BOLA NUSANTARA. (maxkaubesin56@yahoo.com)
Enggaklah. Kami ikuti yang ada saja. Soalnya, niat kami memajukan sepak bola, makanya kami menawarkan kompetisi yang profesional. Cuma, PSSI masih enggak bisa menerima konsep profesional ini. Mudah-mudahan pengurus baru bisa menerimanya.
Apa target LPI dalam lima tahun ke depan dan apakah LPI siap bersaing dengan LSI? (byhq2003@yahoo.com)
Kami bisa lebih mendatangkan pemain-pemain asing yang berkualitas pada masanya. Misalnya, mendatangkan Neymar (pemain penyerang Santos) atau Javier "Chicharito" Hernandez (pemain penyerang Manchaster United) untuk bisa main di Indonesia.
Kami ingin menjadi liga kelas dunia. Itu mungkin enggak dalam waktu lima tahun, tetapi sepuluh tahun nanti. Kami juga berharap pemain kami bisa bermain di luar negeri, minimal di Asia, seperti Jepang dan Korea. Ini juga pasti ada pertukaran. Bisa jadi pemain kami kerja sama dengan perusahaan di Jepang. Mereka bisa bermain di sana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar